ShoutMix chat widget
>
ShoutMix chat widget
-->
Mau punya buku tamu seperti ini?
Klik di sini (Info Blog)

Senin, 21 Februari 2011

Pendekatan-Pendekatan Dalam Sistem Politik

Pendekatan Teori Behavioral Sistem Politik

David Easton (1953), seorang ilmuwan politik dari Harvard University, memperkenalkan pendekatan analisa sistem sebagai metode terbaik dalam memahami politik. Sebagai pendukung setia aliran behavioralisme, Easton berusaha keras mengantarkan politik menjadi ilmu setara dengan ilmu alam dengan mengembalikannya ke dalam kaidah-kaidah saintifik seperti generalisasi, abstrak, validitas, dan sebagainya untuk mengukur tingkah laku politik seseorang. Hasrat kuat untuk memunculkan politik sebagai ilmu pengetahuan (science) ditempuh dengan cara menciptakan model abstrak, mempolakan rutinitas dan proses politik secara umum. Model seperti ini menurut Easton, memiliki tingkat abstraksi saintifik sangat tinggi, sehingga generalisasi politik sebagai ilmu akan tercapai. Menurut Easton, politik harus dilihat secara keseluruhan, bukan hanya berdasarkan kumpulan dari beberapa masalah yang harus dipecahkan.

Easton menganggap politik sebagai organisme, memperlakukannya sebagai mahluk hidup. Teori Easton berisi pernyataan tentang apa yang membuat sistem politik beradaptasi, bertahan dan bereproduksi, dan terutama, berubah. Easton menggambarkan politik dalam keadaan selalu bergejolak, menolak ide “equilibrium,” yang mempengaruhi teori politik masa kini (lihat teori institusionalisme). Lebih jauh, Easton menolak ide bahwa politik dapat dipelajari dengan melihat berbagai tingkatan analisis. Oleh karena itu, abstraksi Easton dapat diterapkan untuk kelompok apapun pada waktu kapanpun.

Hasil karya pemikiran Easton mengenai model sistem politik dapat ditemukan di tiga volume buku yaitu: “The Political System” (1964); “A Framework for Political Analysis” (1965); dan yang paling penting adalah “A Systems Analysis of Political Life” (1979).

Fokus perhatian Easton bersumber pada pertanyaan mengenai bagaimana mengelola sistem politik agar tetap utuh dalam situasi dunia yang penuh gejolak dan rentan pada perubahan. Dalam menjawab pertanyaan ini, Easton meyakini akan pentingnya melakukan penelitian akan bagaimana sistem politik berinteraksi dengan lingkungannya, baik di dalam maupun di luar lingkup masyarakat.,

Secara sederhana Easton mengungkapkan bahwa memahami sistem politik sama seperti halnya memahami sistem lain seperti ekonomi, yang kesemuanya merupakan subsistem dari sistem yang lebih besar. Namun demikian, sistem politik menurut pandangan Easton bersifat khusus, karena memiliki kekuatan membuat keputusan yang mengikat semua anggota dalam sistem.

Perbedaan satu sistem politik dengan sistem politik lainnya dapat dipisahkan melalui tiga dimensi: polity, politik, dan policy (kebijakan). Polity diambil dari dimensi formal politik, yaitu, struktur dari norma, bagaimana prosedur mengatur institusi mana yang semestinya ada dalam politik. Politik dari dimensi prosedural lebih mengarah pada proses membuat keputusan, mengatasi konflik, dan mewujudkan tujuan dan kepentingan. Dimensi ini melingkupi beberapa isu klasik yang berkaitan dengan ilmu politik, seperti siapa yang dapat memaksakan kepentingannya? mekanisme seperti apa yang berlangsung dalam menangani konflik? dsbnya. Dan terakhir adalah policy sebagai dimensi politik, melihat substansi dan cara pemecahan masalah berikut pemenuhan tugas yang dicapai melalui sistem administratif, menghasilkan keputusan yang mengikat bagi semua. Easton berpendapat bahwa definisi politik dari ketiga dimensi ini terbukti lebih efektif, terutama untuk memahami realitas politik dalam upaya memberikan pendidikan politik.

Fokus pendekatan sistem berawal pada adanya tuntutan, harapan, dan dukungan, sebagai prasyarat sebelum memasuki proses konversi dalam sistem politik. Setelah melalui proses konversi barulah keluar keputusan mengikat seluruh anggota masyarakat dalam bentuk hukum ataupun perundangan. Hukum dan perundangan tersebut, pada gilirannya, akan menciptakan reaksi berupa opini dalam masyarakat, menghasilkan masukan baru, dan kembali menciptakan tuntutan dan atau dukungan baru.

Easton memandang sistem politik sebagai tahapan pembuatan keputusan yang memiliki batasan (misal, semua sistem politik mempunyai batas yang jelas) dan sangat luwes (berubah sesuai kebutuhan). Model sistem politik terdiri dari fungsi input, berupa tuntutan dan dukungan; fungsi pengolahan (conversion); dan fungsi output sebagai hasil dari proses sistem politik.

Keuntungan metode ini terdapat pada keistimewaannya menggabungkan berbagai aspek dan elemen politik ke dalam teori analisa sistem. Proses penggabungan akan membuka peluang untuk melembagakan aneka realitas politik yang rumit dan kemudian mensistemasikannya dalam sistem, tanpa melupakan politik yang sifatnya multidimensi.
Namun demikian, teori Easton memiliki beberapa kelemahan, antara lain karena: (1) sifatnya yang mutlak; (2) teori menjunjung tinggi kestabilan, kemudian gagal menjelaskan mengapa sistem dapat hancur atau konflik; (3) teori menolak setiap kejadian atau masukan dari luar yang akan mendistorsi sistem. Dengan kata lain, pendangan Easton menyarankan bahwa setiap sistem politik dapat diisolasi dari yang lainnya (lihat otonomi, kedaulatan); (4) teori ini mengingkari keberadaan suatu negara; (5) teori bersifat mekanistik, dengan demikian melupakan diferensiasi sistem yang timbul akibat variasi. (lihat autoriarianianisme).

Berangkat dari kelemahan tersebut, lahirlah kemudian turunan teori sistem politik Almond dengan pendekatan struktural-fungsional, meninjau sistem politik suatu negara dari struktur dan fungsi institusi yang ada sebagai suatu bagian integral dari sistem politik dunia. Dalam hal ini sistem politik tidak memungkiri adanya pengaruh sistem politik dunia yang dominan seperti halnya negara-negara adidaya, contoh: Amerika Serikat sebagai kekuatan dunia satu-satunya pasca kejatuhan Uni Soviet di tahun 1991.

Oleh karena itu, pendekatan struktural-fungsional sistem politik akan melengkapi pemahaman terhadap sistem politik yang sudah terlebih dulu dirumuskan oleh Easton.

Pendekatan Teori Struktural-Fungsional Sistem Politik

Di tahun 1970-an, ilmuwanpolitik Gabriel Almond dan Bingham Powell memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem politik (comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem politik, tidak hanya melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi mereka masing-masing. Keduanya juga menekankan bahwa institusi-institusi tersebut harus ditempatkan ke dalam konteks historis yang bermakna dan bergerak dinamis, agar pemahaman dapat lebih jelas. Ide ini berseberangan dengan pendekatan yang muncul dalam lingkup perbandingan politik seperti: teori negara-masyarakat dan teori dependensi.

Almond (1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian yang dapat digerakan, berinteraksi di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu. Sedangkan sistem politik merupakan suatu kumpulan institusi dan lembaga yang berkecimpung dalam merumuskan dan melaksanakan tujuan bersama masyarakat ataupun kelompok di dalamnya. Pemerintah atau negara merupakan bagian dari pembuat kebijakan dalam sistem politik.

Seperti telah disampaikan sebelumnya, teori ini merupakan turunan dari teori sistem Easton dalam konteks hubungan internasional. Artinya pendekatan struktural-fungsional merupakan suatu pandangan mekanis yang melihat seluruh sistem politik sama pentingnya, yaitu sebagai subyek dari hukum “stimulus dan respon” yang sama—atau input dan output. Pandangan ini juga memberikan perhatian cukup terhadap karakteristik unik dari sistem itu sendiri.

Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen kunci, termasuk kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi, dan peradilan. Menurut Almond, hampir seluruh negara di jaman moderen ini memiliki keenam macam struktur politik tersebut. Selain struktur, Almond memperlihatkan bahwa sistem politik terdiri dari berbagai fungsi, seperti sosialisasi politik, rekrutmen, dan komunikasi.

Sosialisasi politik merujuk pada bagaimana suatu masyarakat mewariskan nilai dan kepercayaan untuk generasi selanjutnya, biasanya melibatkan keluarga, sekolah, media, perkumpulan religius, dan aneka macam struktur politik yang membangun, menegakan, dan mentransform pentingnya perilaku politik dalam masyarakat. Dalam terminologi politik, sosialisasi politik merupakan proses, dimana masyarakat menanamkan nilai-nilai kebajikan bermasyarakat, atau prinsip kebiasaan menjadi warga negara yang efektif. Rekrutmen mewakili proses dimana sistem politik menghasilkan kepentingan, pertemuan, dan partisipasi dari warga negara, untuk memilih atau menunjuk orang untuk melakukan aktifitas politik dan duduk dalam kantor pemerintahan. Dan komunikasi mengacu pada bagaimana suatu sistem menyampaikan nilai-nilai dan informasi melalui berbagai struktur yang menyusun sistem politik.

Dalam sistem politik Almond, kedudukan pemerintah sangat vital, mulai dari membangun dan mengoperasikan sistem pendidikan, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sampai terjun dalam peperangan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pemerintah memiliki lembaga-lembaga khusus yang disebut struktur, seperti parlemen, birokrasi, lembaga administratif, dan pengadilan, yang melakukan fungsi khusus pula, sehingga pemerintah dapat dengan leluasa merumuskan, melaksanakan, dan menegakan kebijakan.

Struktur harus dikaitkan dengan fungsi, sehingga kita dapat memahami bagaimana fungsi berproses dalam menghasilkan kebijakan dan kinerja. Fungsi proses terdiri dari urutan aktifitas yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan dan implementasinya dalam tiap sistem politik, antara lain: artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan kebijakan, dan implementasi dan penegakan kebijakan. Proses fungsi perlu dipelajari karena mereka memainkan peranan dalam mengarahkan pembuatan kebijakan. Sebelum kebijakan dirumuskan, beberapa individu ataupun kelompok dalam pemerintahan atau masyarakat harus memutuskan apa yang mereka butuhkan dan harapkan dari politik. Proses politik dimulai ketika kepentingan tersebut diungkapkan atau diartikulasikan.

Agar bekerja efektif, proses harus memadukan tuntutan (agregasi) ke dalam alternatif pilihan, seperti pajak lebih tinggi atau rendah atau jaminan sosial lebih tinggi atau kurang, dimana dukungan politik dapat dimobilisasi. Alternatif pilihan kebijakan kemudian disertakan. Siapapun yang mengawasi pemerintahan akan mendukung salah satu, baru kemudian pembuatan kebijakan mendapatkan legitimasi. Kebijakan harus ditegakkan dan diimplementasikan, dan apabila ada yang mempertanyakan ataupun melanggar harus melalui proses pengadilan.
Namun demikian, Almond menyadari bahwa pendekatan struktural-fungsional dalam memahami sistem masih banyak kekurangan. Almond kemudian mencontohkan hasil penelitian Theda Scokpol, mengenai studi sistem politik mencari penyebab terjadinya revolusi dengan mengamati perubahan politik di berbagai negara melalui perbandingan lembaga-lembaga yang ada pada periode historis ataupun rejim pemerintahan yang berbeda, sebagai alternatif, disamping pendekatan dynamic developmental atau pendekatan dinamika pembangunan sebagai pelengkap pendekatan struktural fungsional dalam memahami sistem politik.

Namun demikian, pendekatan struktural-fungsional ternyata belum cukup lengkap dalam menjelaskan fenomena perubahan politik yang ada. Faktor budaya politik (political culture) sebagai bagian penting dari sistem politik yang sangat berkaitan erat dengan sejarah perjalanan suatu bangsa. Terpisah dari siapa yang memaknai dan mendominasi bahasa sejarah, tetap nilai-nilai historis akan berperan penting sebagai pertanda lahirnya suatu peradaban ataupun budaya masyarakat tertentu.

Oleh karena itu penggabungan antara pendekatan analisa sistem, pendekatan struktural-fungsional dengan sejarah akan melengkapi pemahaman kita akan sistem politik Indonesia yang sedang dipelajari. Sehingga struktur dan fungsi terkandung dalam sistem politik sekarang: partai politik; kelompok kepentingan; lembaga eksekutif, lembaga legislatif; jajaran birokrasi; dan lembaga pengadilan dapat kita prediksi kecenderungannya di masa mendatang.
Read more »

Jumat, 18 Februari 2011

Pengertian Sistem, Politik, dan Sistem Politik indonesia

Sistem merupakan satu kesatuan dari berbagai macam unsur atau elemen yang membentuk keutuhan. berbagai Unsur dan Komponen ini saling berhubungan dan terkait satu sama lain dan memiliki fungsi yang saling melengkapi. sistem diibarakan seperti organisme dengan bagian-bagian anatomi yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila satu bagian lumpuh atau rusak, akan berpengaruh terhadap kestabilan bagian yang lain. sehinggaa dapat disimpulkan bahwa sistem mencakup semuanya seperti; cara, tata, rencana, skema, prosedur atau metode.
Politik merupakan cara, tata, rencana, skema, prosedur atau metode yang digunakan oleh seorang individu atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Politik berasal dari kata “ polis” (negara kota), yang kemudian berkembang menjadi berbagai kata dan pengertian dalam barbagai bahasa seperti kebijakan yang berhubungan dengan pa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh negara. Aristoteles dalam Politics mengatakan bahwa polis atau negara kota merupakan kesatuan yaitu sistem yang menyerupai organisme dan merupakan suatu bentuk asosiasi yang melakukan sesuatu untuk tujuan bersama.
Sistem Politik adalah segala kegiatan yang melalui proses tertentu dalam suatu struktur dan fungsi tertentu dalam kesatuan asosiasi (masyarakat/negara) untuk mencapai tujuan bersama. Menurut G. Almond, Sistem Politik merupakan interaksi yang terjadi dalam suatu masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi. Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan – hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang.
Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yanh menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang)untuk mencapai tujuan bersama.
Read more »

Lezatnya Bersama Rumah Makan Prima Rasa Kota Banjar

Bingung Mencari Menu Makan Pagi, Siang atau malam?
Tak perlu repot Memasak,,,
Datang dan Nikmati Sajian Lezat Rumah Makan Prima Rasa Kota Banjar dengan Menu spesial Cobek Gurame Karuhun dan Cah Kangkung sepesil ayam n jamur,,,
di jamin Mantap, lezat, sehat, bergizi dan 100% HALAL,,,
Read more »

Minggu, 13 Februari 2011

Ikan Teri? Ikan Kakap? Ikan Paus?

sering mendengar istilah judul diatas? media adalah salah satu fasilitas kita menerima berbagai informasi termasuk istilah Ikan Teri, Ikan Kakap dan Ikan Paus. istilah itu diperuntukkan untuk kelas-kelas koruptor Indonesia.
Gayus menempati kelas Ikan Teri dengan hasil korupsinya yang menurut saya jumlahnya cukup untuk menambah peningkatan kesejahteraan rakyat. di media baik media cetak maupun elektronik bisa kita lihat betapa berbelit-belinya proses hukum untuk koruptor kelas Ikan Teri. bisa kita bayangkan bangaimana jika proses itu terjadi pada koruptor yang kelasnya diatas Gayus? melihat kenyataan ini, saya ragu apakah kelas di atas Gayus bida diproses hukum seperti yang seharusnya? atau malah tidak bisa diproses sama sekali karena di tangkapun tidak bisa karena mereka kebal proses hukum. rakyat kita bukan rakyat bodoh,mereka sudah melek huruf, politik dan hukum. melihat kenyataan yang terjadi di Negerinya menjadikan rakyat mulai meragukan kepemimpinan di negeri ini. semoga para pemimpin kita mau melek dan prihatin melihat penderitaan rakyatnya. yakinlah bahwa roda itu berputar dan Tuhan selalu melihat apapun yang diperbuat oleh hamba-hamba-Nya
Read more »

Jumat, 11 Februari 2011

puisiku

Negeriku..
Negeriku nan Indah nan Permai,,,
Negeriku nan subur dan makmur,,,
Negeriku nan kaya hasil alamnya,,,
Tapi,,,
Itu Dulu,,,
saat kerakuasan merasuk ke tulang sumsum wakil-wakil kami,,,
semua pundar,,,
semua sirna,,,
Negeriku terkapar tak berdaya,,,
menyaksikan kerakusan, kecurangan, kejahatan, kekejaman, kemunafikan Hamba-Nya,,,
maaf kepada Negeriku,,,aku belum mampu,,,
menghentikan Tangismu,,,
keputusasaanmu,,,
semua tinggal kenangan,,,
batu tak lagi jadi tanaman,,,
banjirpun menambah kesedihan Negeriku,,,
Negeriku tercinta,,,
Maafkan aku,,,
Read more »

Rabu, 09 Februari 2011

akiabat kerakusan manusia
Read more »

Selasa, 08 Februari 2011

Ikan Teri? Ikan Kakap? Ikan Paus?

sering mendengar istilah judul diatas? media adalah salah satu fasilitas kita menerima berbagai informasi termasuk istilah Ikan Teri, Ikan Kakap dan Ikan Paus. istilah itu diperuntukkan untuk kelas-kelas koruptor Indonesia.
Gayus menempati kelas Ikan Teri dengan hasil korupsinya yang menurut saya jumlahnya cukup untuk menambah peningkatan kesejahteraan rakyat. di media baik media cetak maupun elektronik bisa kita lihat betapa berbelit-belinya proses hukum untuk koruptor kelas Ikan Teri. bisa kita bayangkan bangaimana jika proses itu terjadi pada koruptor yang kelasnya diatas Gayus? melihat kenyataan ini, saya ragu apakah kelas di atas Gayus bida diproses hukum seperti yang seharusnya? atau malah tidak bisa diproses sama sekali karena di tangkapun tidak bisa karena mereka kebal proses hukum. rakyat kita bukan rakyat bodoh,mereka sudah melek huruf, politik dan hukum. melihat kenyataan yang terjadi di Negerinya menjadikan rakyat mulai meragukan kepemimpinan di negeri ini. semoga para pemimpin kita mau melek dan prihatin melihat penderitaan rakyatnya. yakinlah bahwa roda itu berputar dan Tuhan selalu melihat apapun yang diperbuat oleh hamba-hamba-Nya.
Read more »

Read more »


TIGA KUNCI PERADABAN BESAR

Berkembangnya Pemikiran Politik Barat tidak terlepas dari proses dan pergolakn beberapa peradaban besar dunia. Runtuhnya suatu peradaban merupakan awal berkembangnya peradaban baru dunia. Arnold Toynbee mengatakan bahwa peradaban barat lahir dari kehancuran peradaban Yunani-Romawi. Ada 3 peradaban besar dunia yang berperan pada perkembangan Pemikiran Politik Barat yaitu:

1.      Peradaban Yunani-Romawi

            Barat berhutang budi kepada peradaban Yunani-Romawi hampir dalam semua aspek peradaban dan tradisi keilmuannya: seni, sains, filsafat, etika, politik, kedokteran, matematika dan lain-lain. Tradisi keagamaan barat saat ini juga memantulkan secara transparan tradisi keagamaan Yunani kuno yang memandang agama sepenuhnya bersifat duniawi, praktis, mengabdi pada kepentingan manusia. Selain itu Melalui karya-karya para sarjana dan filsof Yunani-Romawi, Barat mengenal empirisme dan rasionalisme. Yunani yang mengajarkan kepada barat agar menempatkan akal di atas segalanya, akal sebagai sumber kebenaran.
            Dalam bidang filsafat politik, para filsof Yunani seperti Plato dan Aristoteles mempengaruhi pemikiran dan filsafat politik Barat sejak kelahirannya hingga perkembangan dewasa ini. Jejak pengaruh Aristoteles misalnya bisa dilacak dalam karya Machiavelli (sang Pangeran), Montesquieu (semangat hukum), teori Hegel tentang konstitusi negara sebagai ekspresi kesadaran diri negara, gagasan Mark tentang hubungan antara ekonomi dan politik, dan gagasan-gagasan Barat sekitar Konservatisme progresif maupun kritik-kritik terhadap demokrasi egalitarian.
            Sumbangan terbesar peradaban Romawi kepada pemikiran Barat, terutama di bidang pemikiran system Hukum dan lembaga-lembaga politik. Misalkan Belanda yang menerapkan teori hukum di Indonesia yang bersasl dari Kode Civil Napoleon yang merupakan produk modifikasi hukum-hukum Romawi. Ada tiga bentuk pemikiran Hukum Romawi yang mempengaruhi pemikiran hukum Barat:
1.       Ius Civile yang merupakan hukum sipil yang secara khusus diberlakukan untuk kalangan sipil dan warga negara Romawi, bukan warga negara lain.
2.      Ius Gentium yaitu hukum yang diberlakukan untuk semua orang, terlepas apapun kewarganegaraannya, tidak memandang nasionalitas seseorang.
3.      Ius Naturale yaitu suatu prinsip filsafat hukum yang menganggap keadilan dan kebenaraan selamanya sesuai dengan tuntutan rasional dan hakikat alam (kesamaan hak dimata hukum).

Dari segi pemikiran politik Romawi memberikan pemahaman kepada Barat tentang teori imperium. Teori imperium adalah teori tentang kekuasaan dan otoritas negara dimana kedaulatan dan kekuasaan dianggap sebagai bentuk pendelegasian kekuatan rakyat kepada penguasa negara. Maka menurut teori ini pada hakekatnya kedaulatan sepenuhnya milik rakyat. Penguasa politik hanyalah lembaga yang dipercayakan untuk memegang serta mempergunakan kedaulatan demi kebaikan seluruh rakyat. Dalam kerangka pemikiran inilah Romawi mengembangkan gagasan kontrak pemerintah yang kemudian dijadikan model teoretisi bagi para pemikir politik Barat seperti Locke, Rousseau dan Hobbes dan lain-lain.berdasarkan teori imperium ini, kekuasaan gereja abad pertengahan dikembangkan. Organisasi kekuasaan dan keagamaan gereja khatolik diadaptasi dari konsep imperium Romawi seperti pada gelar yang digunakan Paus sebagai kaisar pemimpin agama warga negara.
2.     Peradaban Judeo-Kristiani
            Peradaban Judeo-Kristiani merupakan peradaban kedua yang meletakkan dasar-dasar intelektual dan filosofis yang kokoh bagi pembentukan dan perkembangan peradaban Barat. Kita mulai dengan kontribusi perdaban Judeo atau Yahudi. Max Dimont, pakar sejarah peradaban Yahudi menjuluki orang-orang Yahudi sebagai orang-orang yang melahirkan peristiwa-peristiwa sejarah. Fakta-fakta sejarah memang menunjukkan peran historis itu. Para nabi dan Rasul Tuhan yang di Utus kedunia sebagian besar adalah keturunan Yahudi (Nabi Daud, Ayub, Ishak dan keturunannya, Rasul Paulus formulator konsep trinitas).
            Kapan persisnya peran itu dimulai masih menjadi perdebatan, tetapi ada hipotesis orang-orang Yahudi memulai perannya di kawasan imperum Islam Andalusia Spanyol, peran itu dimulai ketika peradaban ini melahirkan filsof terkemuka Yunani Musa Ibnu Maimun atau Maimonides di abad XII-XIII. Orang-orang Yahudi juga berperan dalam proses peradaban renaisan Eropa (abad XIV-XVI). Mereka yang bermukim di Italia, Florence dan kawasan sekitarnya selama berabad-abad berhasil membangun kota-kota baru. Orang-orang Yahudi meskipun kelompok minoritas, menunjukkan keterlibatannya yang intens dalam dunia pendidikan, pengajaran dan publikasi ilmiah. Sebagian mereka menjadi avant-garde Intelektual. Di abad XVIII terjadi kontak intelektual antara pemuda-pemuda terpelajar Yahudi dengan peradaban Yunani-Romawi dan Islam. Di abad XIX dan XX, minoritas Yahudi Eropa melahirkan tokoh-tokoh besar di berbagai bidang pengetahuan dan filsafat seperti Hegel, Marx, Sigmund Freud, Nietzsche, Bertrand Russell, Schopenhauer, John Stuart Mill, Charles Darwin, Herbert Sperncer, Henry Bergson, Albert Einstein dan lain-lain. Dibidang seni lukis dan musik ada Goya, Turner, Delacroix dll. Di bidang kesusastraan ada Goethe, Keats dll.
            Selain kepada warisan Yahudi, peradaban Barat juga berhutang budi pada warisan peradaban Kristiani. Salah satu fase penting dalam proses pembentukan peradaban Barat adalah abad pertengahan. Banyak sejarawan menilai abad ini sebagai fase sejarah Eropa yang Kelam dipenuhi pertumpahan darah karena perang antar agama, abad anti-intelektualisme dan maraknya takhayul dan irasionalisme. Meskipun demikian, patut dicatat bahwa di abad ini Eropa telah merintis jalan bagi terbentukknya suatu peradaban. Yaitu kektika mulai dibangunnya universitas-universitas, kota-kota baru, parlemen-perlemen dan berlakunya common law serta tumbuhnya negara-negara bangsa. Peristiwa historis penting ini tak lepas dari peranya para pemuka agama Kristen. Gereja berperan penting ketika imperium Romawi Barat sedang mengalami proses kehancurannya. Gereja mengambil alih banyak fungsi penting imperium dan membantu mengendalikan berbagai kekacauan sosial akibat kehancuran imperium Romawi. Lembaga-lembaga gereja juga telah membantu memperadabkan suku bar-bar, memperkenalkan cita-cita luhur menyangkut keadilan sosial serta menjaga dan mentransmisikan kekayaan warisan kuno Yunani-Romawi ke jantung peradaban Barat. Salah satu tokohnya di sini adalah Thomas Aquinas.
            Puncak sumbangan agama Kristen kepada Barat adalah peranan agama ini dalam melahirkan gerakan Reformasi Protestan dengan tokohnya: Luther, Zwingli, Calvin.
3.     Peradaban Islam
            Warisan intelektual peradaban Islam merupakan pilar ketiga yang juga kontributif bagi lahirnya peradaban Barat. Bagi para pemikir Islam klasik bukanlah suatu kekeliruan menerima warisan intelektual dari manapun datangnya termasuk yang berasal dari Yunani-Romawi. Islam membiarkan bahkan dalam tingkat tertentu memperkaya peradaban-peradaban negeri taklukakannya mulai dari kawasan Andalusia Spanyol hingga dataran Cina.
            Perang salib selama dua abad merupakan salah satu tonggak penting dalam proses interaksi antara peradaban Islam dan Barat. Selama tujuh abad (VIII-XV) peradaban Islam Spanyol secara gemilang berhasil mentransmisikan kebesarannya kepenjuru Eropa. Proses yang sama juga terjadi di pusat-pusat peradaban Islam lainnya, Sicilia, Kairo, Baghdad dan Alexandria. Tokohnya Ibnu Khaldun melalui karya monumental muqaddimah, kepada Barat, Khaldun telah menyumbangkan metodologi ilmiah berupa kajian teoritis empiris di bidang ilmu-ilmu sosial. Khaludun amat mengutamakan data-data empirik, verifikasi teoritis, pengujian hipotesis dan metode observasi yang kesemuanya merupakan dasar-dasar pokok dalam penelitian keilmuan Barat dan dunia pada umumnya. Tokoh lain sepeti Ibnu Haitham (Al Hazen) (965-1039) juga diakui sebagai ilmuan muslim yang berhasil mencerahkan tradisi pemikiran ilmiah Barat.yang merupakan ahli matematika, astronomi dan ilmu optik, Ibnu Rusyd adalah rasionalis pengikut aliran Mu’tazilah yang gagasan-gagasannya sangat kuat dipengaruhi Aristoteles. Ajarannya tentang kekekalan benda dan kefanaan jiwa telah melahirkan banyak pemikir bebas dan berpengaruh terhadap para pemikir Eropa seperti Albertus Maltus dan Thomas Aquinas.
Oleh, Dr. Firdaus Syam, M.A
Read more »

Setujukah Saudara terhadap peluncuran PERDA Syariah Kota Tasikmalaya?

 
Great HTML Templates from easytemplates.com.